A. Perbandingan
Kebijakan Pendidikan AS dan RI
KEBIJAKAN
PENDIDIKAN AS:
1. Politik
Pendidikan AS
Pada umumnya kebijakan
pendidikan yang diambil di suatu Negara cenderung dijadikan alat intervensi
negara kepada warga negaranya. Begitu pula yang terjadi di AS pada kebijakan
pendidikannya pada sejak tahun 1872. Pemerintah pernah membuat kebijkaan
pendidikan yang mengintervensi pendidikan sekolah yang diperuntukkan bagi
anak-anak, remaja dan kaum muda. Di AS bentuk intervensi tersebut adalah memberikan
tanah negara kepada Negara Bagian untuk pembangunan fakultas-fakultas pertanian
dan teknik, sekolah dengan program makan siang, menyediakan pendidikan bagi
orangorang Indian; menyediakan dana pendidikan bagi para veteran yang kembali
ke kampus untuk menempuh pendidikan lanjutan; menyediakan pinjaman bagi
mahasiswa; menyediakan anggaran untuk keperluan penelitian, pertukaran
mahasiswa asing dan bantuan berbagai kebutuhan mahasiswa lainnya; serta
memberikan bantuan tidak langsung (karena menurut ketentuan Undang-Undang
Amerika Serikat pemerintah dilarang memberikan bantuan langsung) kepada
sekolah-sekolah agama dalam bentuk buku-buku teks dan laboratorium. Namun
semenjak masa Pemerintahan Presiden Ronald Reagen dan kesadaran AS sebagai
pelopor demokrasi sehingga diperlukan asas desentralisasi dalam pengambilan
kebijakan, intervensi Pemerintah Pusat AS terhadap pendidikan mulai dikurangi. Selanjutnya
tanggung jawab dan inisiatif kebijakan pendidikan diserahkan kepada Negara
Bagian (setingkat Propinsi) dan Pemerintah Daerah/Distrik(setingkat
Kabupaten/Kota). Di Amerika Serikat terdapat 50 Negara Bagiandan 15.358
Distrik.
2. Tujuan
Pendidikan AS
Sistem pendidikan Amerika Serikat adalah
menonjolnya desentralisasi. Pemerintah Pusat sangat memberi otonomi seluas-luasnya
kepada Pemerintah di bawahnya, yaitu Negara Bagian dan Pemerintah Daerah
(Distrik). Meskipun Amerika Serikat tidak mempunyai system pendidikan yang
terpusat atau yang bersifat nasional, akan tetapi bukan berarti tidak ada
rumusan tentang tujuan pendidikan yang berlaku secara nasional.Tujuan system
pendidikan Amerika secara umum dirumuskan dalam 5 poin sebagai berikut:
a.
Untuk mencapai kesatuan dalam keragaman;
b.
Untuk mengembangkan cita-cita dan praktek
demokrasi;
c.
Untuk membantu pengembangan individu;
d.
Untuk memperbaiki kondisi social masyarakat;
dan
e.
Untuk mempercepat kemajuan nasional.
Di luar 5 tujuan tersebut, Amerika
Serikat mengembangkan visi dan missi pendidikan gratis bagi anak usia sekolah
untuk masa 12 tahun pendidikan awal, dan biaya pendidikan relative murah untuk
tingkat pendidikan tinggi.
3. Manajemen
Pendidikan AS
Dengan
mengembangkan pola Desentralisasi, maka manajemen pendidikan di Amerika Serikat
dikelola berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masrakat Negara Bagian dan
Pemerintah Daerah setempat. Ditingkat Nasional (federal/pusat) terdapat
Departemen Pendidikan Federal yang fungsinya hanya mengawasi dan melakukan
monitoring terhadap pelaksanaan kebijakan pendidikan karena sebagian besar
kewenangan dan tanggung jawab pendidikan sudah diserahkan kepada Negara Bagian
dan Pemerintah Daerah. Di tingkat Negara Bagian dibentuk sebuah badan yang
diberi nama Board of Education.
Badan ini bertugas dan berfungsi membuat kebijakan-kebijakan serta menentukan
anggaran pendidikan untuk masing-masing wilayah (Negara Bagian) nya, khususnya berkenaan
dengan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Selanjutnya, untuk menangani
permasalahan yang berkaitan dengan hal-hal yang lebih teknis (yaitu; tentang
kurikulum sekolah, penentuan persyaratan sertifikasi, guru-guru, dan pembiayaan
sekolah) dibentuk sebuah bagian pendidikan yang disebut sebagai Comissioner, sering juga disebut
sebagai Superintendent. Bagian
ini dipimpin oleh seorang yang ditunjuk oleh Board of Education atau oleh Gubernur.
Badan yang menangani kebijakan akademik
dan keuangan untuk Pendidikan Tinggi adalah Board of Trustees. Untuk Perguruan Tinggi Negeri anggota badan
tersebut ditunujuk oleh Gubernur Negara Bagian. Ada juga yang dipilih dari dan
oleh kelompok yang akan diwakili. Sedangkan untuk Perguruan Tinggi Swasta
anggota badan tersebut dipilih dari perguruan tinggi masing-masing.
4. Pendanaan
Pendidikan AS
Sumber
pendanaan pendidikan di Amerika, khususnya pendidikan dasar dan menengah, yang
lebih dikenal dengan Public Schools,
berasal dari Anggaran Pemerintah Pusat (Federal), Anggaran Pemerintah Negara Bagian
dan Anggaran Pemerintah Daerah.
5. Isu-isu
Pendidikan AS
Ada
beberapa isu dan masalah pendidikan yang dialami pemerintah dan masyarakat
Amerika Serikat, antara lain:
a. Banyaknya
anak usia sekolah yang tidak diasuh langsung oleh orang tua mereka, karena
adanya dinamika perubahan social masyarakat AS yang umumnya baik sang ibu atau
sang ayah memiliki kesibukan yang sangat tinggi di luar rumah. Hal ini akan
menjadi permasalahan yang serius bagi perkembangan social anak dilihat dari
aspek psikis dan emosional.
b. Tingginya tingkat perceraian, yang
mengakibatkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang hanya diasuh oleh sang ibu
sebagai single-parent dalam rumah tangga. Tidak sedikit janda cerei di AS yang
terpaksa harus berporfesi rendahan dan kasar. Hal ini juga perkembangan social
anak-anak mereka.
c. Tingginya tingkat imigrasi yang umumnya
berasal dari kalangan tidak mampu dan tidak terdidik, yang karenanya banyak
diantara mereka yang tidak memperoleh pekerjaan yang layak. Hal ini menyebabkan
masalah pendidikan anak-anak dari keluarga imigran tidak dapat teratasi.
Ditambah lagi factor bahasa dari kalangan imigran yang menyulitkan bagi
anak-anak imigran itu sendiri jika mereka mendapat akses pendidikan.
d. Dari berbagai monitoring dan evaluasi
pendidikan yang dilakukan oleh berbagai badan resmi AS sendiri, ternyata
kualitas pendidikan dan lulusan sekolah di AS masih kalah dibandingkan dengan
negara-negara lain dalam standar internasional. Banyak anak-anak yang drop-outs
dan tingginya kekerasan oleh anak-anak.
6. Reformasi
Pendidikan AS
Karena adanya berbagai permasalahan
tersebut, pemerintah AS sejak tahun 1990 mencanangkan reformasi pendidikan.
Pada tahun tersebut Presiden AS George H. B. Bush beserta seluruh Gubernur
Negara Bagian (saat itu Bill Clinton termasuk menjadi salah satu Gubernur
Negara Bagian) menyetujui reformasi pendidikan dengan mencanangkan 6 tujuan
nasional pendidikan AS yang baru. Yaitu:
a. Pada tahun 2000, seluruh anak di AS di waktu
mulai masuk sekolah dasar sudah siap untuk belajar.
b. Pada tahun 2000, tamatan sekolah menengah naik
sekurang-kurangnya 90%.
c. Pada tahun 2000, murid-murid di AS yang
menyelesaikan pendidikannya pada “grade 4, 8 dan 12” mampu menunjukkan kemampuannya
dalam mata pelajaran yang menantang, yaitu bahasa inggris, matematika, sains,
sejarah, dan geografi. Setiap sekolah di AS harus mampu menunjukkan bahwa
anak-anak dapat menggunakan pikirannya dengan baik, sehingga mereka siap
menjadi warga negara yang baik, siap untuk memasuki pendidikan yang lebih
tinggi, serta siap pula untuk pekerjaan yang produktif dalam perekonomian
modern.
d. Pada tahun 2000, siswa-siswa AS adalah yang
terbaik di dunia dalam bidang sains dan matematika.
e. Pada tahun 2000, setiap orang dewasa AS dapat
membaca dan menulis, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk bersaing dalam ekonomi global, serta dapat melaksanakan hak dan tanggung
jawabnya sebagai warga negara.
f. Pada tahun 2000, setiap sekolah di AS harus
bebas dari obat-obat
terlarang
dan kekerasan, serta dapat menciptakan suasana lingkungan yang mantap dan aman
sehingga kondusif untuk belajar.
Pokok-pokok reformasi
tersebut dimaksudkan sebagai pegangan dalam membuat kebijakan-kebijakan
pendidikan yang sudah harus segera diimplementasikan dan hasilnya sudah harus
kelihatan pada tahun 2000. Dan memang itulah yang terjadi di AS. Pokok-pokok
reformasi pendidikan itu akhirnya ditindak lanjuti dengan berbagai kreasi
kebijakan pendidikan di tingkat negara bagian dan pemerintah derah. Gerakan
reformasi pendidikan di kalangan Gubernur itu dipelopori oleh Gubernur Bill
Clinton dan Lamar Alexander di masing-masing negara bagiannya. Gebrakan yang
dilakukan adalah:
a. Meningkatkan persyaratan untuk menamatkan
suatu jenjang pendidikan,
b. Melaksanakan
test standar untuk mengukur keberhasilan siswa,
c. Menjalankan
system penilaian yang ketat terhadap guru sejalan dengan pembenahan jenjang
karir bagi guru-guru,
d. Memperbesar
tambahan dana dari negara bagian bagi sekolahsekolah. Tambahan dana baru ini
pada umumnya dipakai untuk meningkatkan gaji guru yang kala itu masih berada
pada taraf sangat rendah.
Akhirnya AS benar-benar
memperoleh kemajuan di bidang pendidikan, sehingga ketika Bill Clinton menjadi
Presiden AS, keberhasilan AS dalam mengembangkan kebijakan pendidikan mendapat
perhatian khusus.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
RI:
1. Politik
Pendidikan RI
Awal
mula pada masa Orde Baru intervensi Negara terhadap sector pendidikan ini
sangat besar, sangat kental, dan sangat vulgar. Keadaan mencapai puncaknya saat
kementerian pendidikan dipegang oleh Daoed Joesop. Saat itu tidak ada satupun
kebebasan dalam sekolah dan kampus. Bahkan berbeda pendapat pun tidak
dimungkinkan. Sekolah dan kampus tak ubahnya kelas besar untuk indokrinasi
ideology pemerintah (bukan ideology negara) yang tidak menginginkan adanya
kritik terbuka. Kurikulum didisain sedemikian rupa sehingga mata-mata pelajaran
yang sifatnya politis menjadi sangat dipentingkan. Mata pelajaran Pancasila,
Sejarah, Kewiraan, dan bahkan agama didisain untuk mengentalkan intervensi
negara kepada otak, pikiran dan sikap warga negaranya.
Seiring
dengan kejatuhan rejim ‘orde baru’ yang interventif tersebut, yang dijatuhkan
oleh adanya gerakan reformasi total masyarakat yang dimotori oleh mahasiswa dan
kalangan terpelajar, datanglah era yang penuh semangat untuk mengurangi peran
dan campur tangan pemerintah pusat dalam menangani berbagai permasalahan
kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan. Inspirasi pertama muncul dari
diundangkannya otonomi daerah secara reformis, yaitu UU No.22 tahun 1999. UU
otonomi daerah yang baru itu mengilhami dirumuskannya kebijakan desentralisasi
pendidikan.
2. Manajemen
Pendidikan RI
Secara nasional permasalahan sector
pendidikan ditangani oleh sebuah badan berbentuk departemen, yang beberapa kali
mengalami perubahan nama dan perubahan terakhir diberi nama Kementerian
Pendidikan Nasional. Departemen ini dipimpin oleh seorang menteri yang ditunjuk
langsung oleh presiden.
Ditingkat
regional (propinsi), koordinasi urusan-urusan pendidikan ditangani oleh sebuah
badan yang diberi nama Dinas Pendidikan Propinsi, yang dipimpin oleh seorang
kepala. Kepala Dinas Pendidikan Propinsi ditunjuk oleh Gubernur dengan
persetujuan DPRD Propinsi. Sedangkan di tingkat daerah Kabupaten/Kota,
koordinasi urusan pendidikan ditangani oleh sebuah lembaga yang diberi nama
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Sama dengan Dinas di Propinsi, Dinas ini
dipimpin oleh seorang kepala. Bedanya, kepala dinas di tingkat kabupaten/kota
ditunjuk oleh Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD Kab/Kota yang
bersangkutan.
Selain
itu, juga terdapat Dewan Pendidikan dan komite Sekolah yang merupakan badan
yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan
pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan Pendidikan, Komite
Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya mengacu pada
kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku. Tujuan dibentuknya
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
adalah sebagai berikut:
a.
Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan
dikabupaten/kota (Untuk Dewan Pendidakan) dan di satuan pendidikan (Untuk
Kornite Sekolah).
b. Menigkatkan
tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan.
c.
Menciptakan suasana dan kondisi
transparan, akuntabel, dan demokratis dalarn penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di daerah kabupaten/kota dan satuan pendidikan.
Sejalan
dengan kebijakan desentralisasi pemerintahan, maka sektor pendidikan ini juga
mengalami perubahan kebijakan dari sentralistik ke desentralisasi. Sebagaimana
diketahui bahwa tujuan dikeluarkannya Undang Undang Pemerintahan Daerah dan
otonomi daerah adalah untuk memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
bertanggungjawab kepada Daerah dan masyarakat sehingga memberi peluang kepada
Daerah dan masyarakat agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas
prakasa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi
setiap daerah.
3. Pendanaan
Pendidikan RI
Jika
dibandingkan dengan di AS, sumber pendanaan pendidikan di Indonesia berasal
dari beberapa sumber anggaran. Yaitu berasal dari APBN, APBD Propinsi, dan APBD
Kabupaten/Kota. Sumber pendanaan dari APBN umunya dialokasikan untuk seluruh
kegiatan pendidikan, mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga perguruan
tinggi. Sumber dari APBN ini juga diperuntukkan bagi penyelenggaraan pendidikan
secara nasional. Sedangkan sumber pendanaan yang berasal dari APBN Propinsi, umumnya
sebagian besar diperuntukkan bagi pendidikan tingkat dasar dan menengah. Hanya
sebagian kecil yang dialokasikan untuk mendukung kegiatan di tingkat pendidikan
tinggi. Sumber dana dari APBD propinsi ini dialokasikan untuk penuyelenggaraan
pendidikan yang ada diwilayah propinsi tersebut. Adapun sumber pendanaan dari
APBD Kabupaten/Kota seluruhnya untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan di
wilayah tersebut. Hal ini sesuai dengan semangat desentralisasi. Sejak
diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan, alokasi anggaran
pendidikan, baik di APBN maupun APBD Propinsi dan Kab/Kota, mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Hal ini dikarenakan menurut amanat UU, anggaran
pendidikan harus terus diupayakan dinaikkan hingga mencapai sedikitnya angka
20% dari total anggaran pengeluaran APBN atau APBD.
4. Isu-isu
Pendidikan RI
Ada
beberapa isu dan masalah pendidikan yang dialami pemerintah dan masyarakat RI,
antara lain:
1.) Mutu
Pendidikan RI yang rendah. Faktor paling utama yang paling mempengaruhi hal
tersebut adalah kualitas guru dan tenaga pendidik yang rendah.
2.) Pemerataan
akses pendidikan. Belum semua penduduk di RI yang tersentuh akses pendidikan
khususnya bagi mereka yang tergolong masyarakat miskin dan penduduk di luar
pulau jawa.
3.) Efisiensi
Anggaran. Saat ini telah dipenuhi anggaran pendidikan 20% dari APBN, namun
pendidikan di Indonesia belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Justru
tingkat kelulusan SMA dan SMP pada tahun 2010 menurun dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya, masih banyak Sekolah Dasar yang tidak layak pakai, dll. Justru 20%
anggaran tersebut 80 % nya digunakan untuk meningkatkan gaji guru tapi tetap
saja mutu pendidikan RI masih rendah. Menurut Amich , kenaikan anggaran tidak akan
berarti bila tidak disertai upaya efisiensi. Isu efisiensi menyangkut cara
memanfaatkan dana yang ada untuk membiayai berbagai program dan jenis kegiatan
dalam penyelenggaraan pendidikan. Kita harus mampu membuat skala prioritas dan
menentukan program utama agar sasaran yang telah ditetapkan bisa tercapai.
4.) Program pemerintah melalui Ujian
Nasional dianggap tidak layak untuk menentukan kelulusan.
5.) Tingginya tarif pendidikan di RI
yang tidak sesuai dengan pendapatan masyarakat sehingga banyak masyarakat yang
tidak mampu khususnya untuk pendidikan Perguruan Tinggi.
6.) Tingginya tingkat buta aksara di
Indonesia.
5. Reformasi Pendidikan RI
Karena banyaknya
kekurangan-kekurangan kondisi pendidikan di RI tersebut maka pemerintah
melakukan upaya-upaya reformasi pendidikan, antara lain:
1. Peningkatan anggaran pendidikan dari
APBN menjadi 20%.
2. Peningkatan
mutu pendidikan melalui Ujian Nasional.
3. Peningkatan
kualitas dan profesionalisme guru melalui sertifikasi.
4. Menyediakan
dana kompensasi BBM untuk pendidikan.
5. Wajib
Belajar Sembilan Tahun : maksimalisasi peran serta masyarakat.
6. Perpanjangan
masa pakai buku pelajaran sekolah.
B. Model
Keseimbangan sebagai Alat Analisa
Dari penjelasan di atas, maka kita dapat
mengetahui bahwa terdapat kesamaan-kesamaan antara kebijakan pendidikan AS dan
kebijakan pendidikan RI. Namun, saat ini seperti yang kita ketahui bersama,
walaupun RI telah meniru kebijakan pendidikan yang diambil oleh AS namun RI
belum dapat menyamai kualitas pendidikan yang dimiliki oleh AS. Oleh karena itu
digunakan model keseimbangan dari Fred W. Riggs untuk mengetahui
variabel-variabel apa sajakah yang mempengaruhi perbedaan hasil tersebut.
Menurut Pamudji, model keseimbangan
berguna untuk menjelaskan pengaruh timbal balik antara lingkungan dengan sistem
administrasi negara. Model tersebut menggambarkan faktor-faktor ekologis yang
terdiri dari : dasar-dasar ekonomi (economic foundations), struktur/susunan
sosial (social structure), jaringan komunikasi ( communications network),
pola-pola ideology (ideological / symbol patterns), dan sistem politik
(political system). Faktor-faktor tersebut ekologis ini mempengaruhi secara
timbal balik suatu sistem administrasi, baik dalam negara “agraria” maupun dalam
negara-negara “industria”. Faktor-faktor ekologis tersebut yang pada gilirannya
dapat juga dilihat sebagai subsistem, yang secara fungsional saling
berhubungan.
Begitu pula dalam kasus perbandingan
kebijakan pendidikan antara AS dan RI. Kebijakan pendidikan yang merupakan
bagian dari sistem ANE dalam pelaksanaanya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
ekologis tersebut. Sehingga dapat kita ketahui faktor-faktor ekologis apa saja
yang mempengaruhi kebijakan pendidikan antara AS dan RI yang membuat hasil nya
tidak sama.
1. Dasar-dasar Ekonomi ( Economic
Foundations)
AS adalah negara super power
dengan kondisi ekonomi yang kuat dan stabil, dengan dibuktikannya bahwa mata
uang dollar AS menjadi tolak ukur nilai tukar mata uang dunia. Walaupun AS pada
tahun 2008 pernah dilanda krisis ekonomi, namun hal ini dapat diatasi dengan
cepat dan tidak menimbulkan masalah besar. Dengan keadaan ekonomi yang baik
tersebut maka hal ini pun berpengaruh baik terhadap keadaan sistem ANE nya.
Termasuk dalam sistem ANE tersebut adalah kebijakan publiknya, dengan kondisi
ekonomi yang baik tersebut maka akan mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Dalam
kasus kebijakan pendidikan yang dibuat AS, kebijakan tersebut dapat
terlaksanakan dengan baik salah satunya didukung oleh kondisi ekonomi yang baik
sehingga membuat tersedianya anggaran yang cukup untuk pelaksanaan kebijakan
pendidikan AS yang mematok pencapaian target pada tahun 2000 dan berhasil
mencapai target tersebut.
Sebaliknya, RI adalah Negara
Sedang Berkembang dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil. Kondisi ekonomi
yang tidak stabil inilah yang berpengaruh terhadap sistem ANE termasuk
pelaksanaan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Karena ekonomi yang tidak
stabil maka pemerintah pun tidak mempunyai anggaran yang banyak untuk
pelaksanaan pendidikan di RI karena program-program yang dibuat pemerintah
untuk meningkatkan mutu pendidikan membutuhkan dana yang sangat besar seperti
Ujian Nasiona, Sertifikasi guru dan dosen,dll. Selain itu, ekonomi yang tidak
stabil akan menurunkan tingkat pendapatan masyarakat, dan membuat masyarakat
sangat sulit untuk menyentuh pendidikan khususnya untuk Perguruan Tinggi.
2.
Sistem
Politik
RI dan AS adalah negara yang
sama-sama menganut sistem politik trias politica dan demokrasi. Oleh karena itu
kebijakan pendidikan RI dan AS dalam pelaksanaannya juga sama-sama menganut
sistem desentralisasi. Desentralisasi muncul di RI maupun di AS karena adanya
keinginan untuk mengurangi intervensi pemerintah terhadap semua aspek kehidupan
termasuk pendidikan. Desentralisasi ternyata mampu membuat sistem ANE berjalan
dengan baik, buktinya adalah dengan menerapkan sistem desentralisasi maka
kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah AS dan RI sama-sama berjalan
dengan baik dan menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Walaupun di RI
kualitas pendidikannya tidak setinggi AS tetapi dengan adanya desentralisasi
kemajuan pelaksanaan pendidikan di RI jauh lebih baik daripada pelaksanaan
pendidikan pada masa orde baru yang menerapkan sistem sentralistis dengan
intervensi pemerintah yang sangat kental dalam pendidikan.
3.
Pola-pola
ideology / symbol
AS adalah negara penganut
ideology liberalism, dalam studi banding disebut juga penganut No-State Model. Negara
penganut model ini adalah negara yang tidak menghendaki campur tangan
pemerintah dalam kehidupan masyarakat dan peran negara hanyalah menjamin
kemamanan bagi warganegaranya dan menjaga kestabilan ekonomi. Hal ini
berpengaruh terhadap sistem ANE di AS yaitu peran pemerintah yang kecil.
Sehingga dalam melaksanakan kebijakan pendidikan hanya mencakup secara teknis
seperti tenaga pengajar, gaji guru, dll. Pemerintah tidak dapat ikut campur
sampai pada urusan pribadi masyarakat yang misalnya tidak menyekolahkan
anaknya. Sehingga di AS yang menjadi isu pendidikannya adalah seperti yang
dijelaskan diatas.
Sementara di Indonesia menganut
ideology pancasila. Menteri Dalam Negeri dalam Pamudji, menyatakan bahwa
“pancasila secara structural sebenarnya telah terjabar dalam sistem
pemerintahan yang berlaku. Secara ideal mendasari setiap kebijaksanaan
pemerintahan, secara cultural merupakan sikap kepribadian nasional, dan secara
operasional terjabar dalam berbagai kesepakatan nasional”. Namun yang terjadi
saat ini adalah, pengamalan nilai-nilai pancasila sudah sangat berkurnag di RI
baik dalam kehidupan masyarakat dan pelaksanaan pemerintahan. Hal ini tentu
saja bepengaruh terhadap pelaksanaan ANE yang tidak mengamalkan nilai-nilai
pancasila di dalamnya termasuk dalam kebijakan pendidikan nya. Inilah yang
membuat kebijakan yang dibuat pemerintah tidak mampu mencapai harapan yang
diinginkan dan menghasilkan isu-isu pendidikan secara teknis berbeda dengan isu
pendidikan AS. Dan juga menghasilkan kualitas pendidikan yang berbeda dengan
AS.
4.
Jaringan
Komunikasi
AS adalah negara maju yang
kemajuan teknologi nya sudah tidak diragukan lagi. Kemajuan teknologi tersebut
membuat jaringan komunikasi di AS juga lancar seperti kecepatan akses internet,
sinyal komunikasi yang kuat, dll. Kemajuan teknologi tersebut membuat jaringan
komunikasi antara pemerintah pusat dan negara bagian menjadi lancar. Hal ini
berpengaruh terhadap sistem ANE di AS, dengan komunikasi yang lancar pemerintah
dapat dengan cepat berkomunikasi dalam pelaksanaan kebijakan dan dengan cepat
melayani masyarakat. Begitu juga dalam kasus kebijakan pendidikannya. Sehingga
tidak mengherankan pemerintah AS dapat mencapai target kualitas pendidikannya
pada tahun 2000.
RI juga adalah negara yang sadar
teknologi, namun kemajuan teknologi di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan
AS. Masih banyak daerah khususnya kabupaten-kabupaten di Indonesia yang
menerapkan sistem pelayanan online. Hal ini mempengaruhi sistem ANE yaitu
membuat pelayanan publik di RI menjadi lambat. Begitu juga dalam pelaksanaan
kebijakan pendidikannya, karena teknologi yang kurang maju, pelaksanaan
kebijakan menjadi terhambat, salah satunya bisa dikarenakan apabila ada
penyelewengan pelaksanaan kebijakan maka akan sulit mengkomunikasikannya karena
sinyal komunikasi yang buruk khususnya pada daerah-daerah terpencil.
5.
Struktur
Sosial
AS adalah negara maju yang
tingkat peradapannya masyarakat nya juga lebih maju dibandingkan RI. Hal ini
membuat AS juga memiliki struktur sosial yang maju. Masyarakatnya adalah
masyarakat yang telah mempunyai pola pikir yang maju, lembaga-lembaga yang
memiliki kinerja yang baik,dll. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap sistem
ANE AS, karena struktur sosial yang maju itulah maka sistem ANEnya pun berjalan
dengan baik termasuk implementasi kebijakan pendidikan AS, karena dalam
masyarakat yang memiliki pola pikir yang maju tersebut pelaksanaan kebijakan
pendidikan tersebut terhindar dari penyelewengan-penyelewengan yang disebabkan
rendahnya moral masyarakat AS. Sehingga kebijakan pendidikan yang dibuat
pemerintah AS berjalan dengan lancar dan mencapai target tepat pada waktunya.
Sementara itu, RI memiliki
struktur sosial yang berbeda dengan AS. Sebagian masyarakat RI masih
menggunakan budaya-budaya tradisional dalam ke dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga budaya itupun masuk dalam lembaga-lembaga masyarakat dan pemerintahan
seperti budaya “ewuh-pekewuh” yang menimbulkan budaya ABS dalam birokrasi,dll. Tentu
saja hal tersebut mempengaruhi sistem ANE nya, pelaksanaan ANE menjadi tidak
baik karena timbulnya budaya-budaya tradisional tersebut termasuk dalam
implementasi kebijakan pendidikan nya, karena masyarakatnya pada beberapa
wilayah khususnya diluar jawa masih berpikir tradisional sehingga membuat masyarakat
tidak mengutamakan pendidikan tetapi lebih mengutamakan bekerja untuk mencari
makan. Sehingga banyak masyarakat yang tidak tersentuh pendidikan terutama
Perguruan Tinggi. Hal inilah yang membuat perbedaan hasil kualitas pendidikan
antara AS dan RI.
Referensi:
Albab,
Ulul. 2005. Jurnal: Perbandingan
Kebijakan Pendidikan Amerika Serikat dan Indonesia. Surabaya.
Kencana,
Inu Syafiie. 2006. Ilmu Administrasi
Publik. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Pamudji.
1986. Ekologi Administrasi Negara.
Bina Aksara : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar